Jika kita membaca kisah-kisah muslimah di zaman dahulu, disana akan kita dapatkan bagaimana kecerdasan mereka dalam sumbangsih dalam kemajuan Islam pada masanya. Kita akan terkagum-kagum mendengar tingkah berani dan kecerdasan mereka, oh iya juga keshalihahan mereka dalam pergaulan sehari-hari.

Ilmu dan amal berbarengan, yang menjadi prioritas mereka adalah belajar dan bagaimana megambdi kepada Allah semata. Maka akan kita dapatkan perjuangan yang begitu menakjubkan disepanjang perjalanan kehidupan mereka.

Mungkin pernah terdengar nama shahabiyah wanita cerdas dengan mahar paling mulia, ya dialah Ummu Sulaim atau dalam hadits disebutkan namanya dengan sebutan Rumaisha, ia merupakan salah satu sahabat wanita yang cerdas dan memiliki akhlak yang mulia. Ummu Sulaim juga merupakan wanita dengan mahar yang paling mulia yaitu Islam.

Kecerdasan ummu Sulaim terlihat di bagaimana anak kandung didikannya begitu cerdas yaitu Anas bin Malik merupakan salah satu sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang telah banyak meluluskan para ulama-ulama hebat dalam sejarah Islam.

Dibalik kecerdasan dan kesuksesan Anas bin Malik, ada peran besar dari seorang perempuan muslimah yakni Ummu Sulaim, sosok ibunda Anas bin Malik yang memberikan warna kehidupan bagi kehidupannya.

 

Kecerdasan Ummu Sulaim juga dibuktikan dalam hal disaat beliau dilamar setelah suami pertamanya meninggal.

Setelah suami pertamanya meninggal, Ummu Sulaim berkata bahwa akan menikah ketika Anas sudah besar. Selang beberapa waktu, Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah. Ketika meminangnya, Abu Thalhah masih dalam keadaan belum memeluk agama Islam. Sehingga Ummu Sulaim menolak pinangan Abu Thalhah tersebut sampai pada akhirnya Abu Thalhah masuk Islam.

Anas mengisahkan cerita ini dari ibunya. “Sungguh tidak pantas seorang musyrik menikahiku. Apakah kamu tidak mengetahui, wahai Abu Thalhah, bahwa berhala yang kamu jadikan sesembahan itu dibuat oleh budak dari Suku Anu,” ucap Ummu Sulaim. “Jikalau engkau sulut dengan api-pun, berhala itu akan terbakar,” lanjutnya.

Maka Abu Thalhah pulang ke rumahnya dan merasa bahwa kata-kata Ummu Sulaim tadi amat membekas di hatinya. “Benar juga,” gumam Abu Thalhah. Tak lama kemudian, Abu Thalhah menyatakan keislamannya. “Aku telah menerima agama yang engkau tawarkan kepadaku,” ucap Abu Thalhah kepada Ummu Sulaim. Maka berlangsunglah pernikahan mereka berdua. “Ummu Sulaim tidak pernah meminta mahar apa pun selain keislaman dari Abu Thalhah,” kata Anas bin Malik.

Itulah kisah singkat cermin dari kecerdasan wanita muslimah di zaman dahulu.

Jadi pada hakikatnya yang menjadi tolak ukur bagi muslimah adalah hal yang diutamakan untuk selalu diperbaiki adalah ilmu dan akhlak. Tentunya rajin belajar dan juga mengoptimalkan di pengamalan apa telah diketahui selama ini, karena tidak ada gunanya untuk bersaing di dunia agar menjadi perempuan yang tercantik. Justru semestinya kita harus bersaing agar cantik yang ada dalam diri penuh dengan berkah dan mendatangkan pahala yang akan mengantarkan ke surga.

Hadirkan kecantikan hati atau di zaman ini disebut dengan Inner beauty yaitu kecantikan yang berasal dari dalam diri seorang muslim akan terpancar ketika hati dipenuhi dengan kebaikan. Jangan sampai sibuk mengurusi kecantikan diri saja hingga lupa pada inner beauty karena inner beauty lah yang lebih utama untuk diperbaiki.

Inner beauty itu ditampilkan dalam sebuah akhlak yang baik dengan akidah utama dalam kehidupan sehari-hari dan menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan serta disempurnakan dengan menjalankan ibadah sunnah.

Muslimah yang kuat imannya akan selalu meluruskan niat karena Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan apapun aktifitas sebagai bentuk ibadah kepadaNya. Muslimah yang hatinya terpaku pada keridhan Allah akan menerima apa pun ketetapan Nya dengan penuh keikhlasan.

 

Jadi muslimah tidak harus cantik saja melainkan juga harus cerdas. Jangan hanya beribadah dan tidak mengupgrade kecantikannya, jangan sampai zonk dalam kecerdasan ketika ditanya tidak tahu apa-apa. Ilmu itu penting juga karena dilakukan untuk beramal. Amal tanpa ilmu yang baik akan sia-sia jika tidak dilandasi dengan ilmu yang benar. Tips dari imam syafi’i untuk menuntut ilmu adalah dengan banyak membaca, banyak menulis, serta diskusi bersama. Dengan ilmu yang baik maka diharapkan dapat bermanfaat bagi manusia lain karena sabaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

 

Oleh, Ayah Ertugrul